Redenominasi Rupiah kembali mencuat ke permukaan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi menetapkan rencana penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah, atau yang lebih dikenal dengan RUU Redenominasi, sebagai salah satu program strategis nasional dalam periode 2025–2029.
Kebijakan ini bukan sekadar pemangkasan nol di lembar uang. Ia adalah simbol upaya menata ulang persepsi dan stabilitas ekonomi Indonesia di tengah gejolak global yang kian dinamis.
Landasan Hukum Redenominasi Rupiah: PMK 70/2025 sebagai Tonggak Awal
Langkah tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 yang diteken Purbaya pada 10 Oktober 2025 dan resmi diundangkan 3 November 2025. Dalam beleid itu, Purbaya menegaskan bahwa penyusunan RUU Redenominasi akan dituntaskan pada 2027, dengan penanggung jawab utama adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027,” demikian tertulis dalam PMK tersebut.
Langkah ini menjadi bagian penting dari Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029, menandai babak baru dalam perjalanan panjang kebijakan redenominasi yang sudah mulai digagas sejak 2013 oleh pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
Empat Alasan Mendesak di Balik RUU Redenominasi
Purbaya menilai, sudah waktunya Indonesia melangkah lebih tegas dalam merealisasikan redenominasi. Dalam dokumen PMK 70/2025, setidaknya ada empat alasan mendesak yang melatarbelakangi kebijakan ini.
Pertama, efisiensi perekonomian nasional. Dengan sistem nilai uang yang lebih sederhana, transaksi keuangan di sektor publik maupun swasta akan lebih cepat, mudah, dan akurat.
Kedua, menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional. Redenominasi diyakini mampu memperkuat persepsi stabilitas ekonomi, yang pada akhirnya mendorong kepercayaan investor terhadap Indonesia.
Ketiga, menjaga stabilitas nilai rupiah sebagai simbol daya beli masyarakat. Nilai tukar yang lebih stabil akan menciptakan iklim ekonomi yang lebih sehat dan kompetitif.
Keempat, meningkatkan kredibilitas rupiah di mata internasional. Dengan tampilan nominal yang lebih realistis dan efisien, rupiah diharapkan dapat berdiri sejajar dengan mata uang negara lain dalam sistem keuangan global.
Belajar dari Pengalaman: Redenominasi Bukan Sekadar Pemotongan Nol
Kebijakan redenominasi bukanlah hal baru di dunia. Turki, Rusia, dan bahkan Vietnam pernah melakukannya sebagai bagian dari reformasi ekonomi. Namun, bagi Indonesia, langkah ini membutuhkan kesiapan regulasi, sistem, dan mental kolektif bangsa.
Dalam Indonesian Treasury Review Vol.2 No.4 Tahun 2017, disebutkan bahwa Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia telah merancang tiga tahapan redenominasi sejak 2013.
Tahap pertama adalah persiapan, meliputi pembentukan regulasi, infrastruktur, serta strategi komunikasi publik.
Tahap kedua, masa transisi, dilakukan dengan sistem dual price tagging, di mana masyarakat dapat melihat dua nominal harga rupiah lama dan rupiah baru secara bersamaan.
Tahap terakhir, phasing out, adalah masa ketika seluruh transaksi di Indonesia menggunakan rupiah baru sepenuhnya. Seluruh proses ini diperkirakan memerlukan waktu sekitar enam tahun hingga sistem benar-benar stabil.
Membangun Kepercayaan Publik Melalui Komunikasi dan Konsistensi
Tantangan terbesar dari kebijakan ini bukan hanya teknis, tetapi psikologis. Pemerintah harus memastikan masyarakat tidak keliru memahami redenominasi sebagai “pemotongan nilai uang”.
Melalui komunikasi yang jernih dan edukasi publik yang berkelanjutan, masyarakat diharapkan memahami bahwa redenominasi tidak mengurangi daya beli, melainkan menyederhanakan struktur nilai rupiah agar lebih efisien dan kredibel.
Langkah ini juga akan menguji kemampuan pemerintah menjaga konsistensi kebijakan moneter dan fiskal di tengah tekanan global.
Arah Baru Stabilitas dan Kepercayaan Ekonomi
Jika rencana ini berjalan sesuai jadwal, Indonesia akan memasuki fase transisi redenominasi pada 2026, dan mulai menggunakan rupiah baru secara penuh pada 2027–2028.
Bagi sebagian orang, mungkin ini sekadar perubahan angka. Namun bagi perekonomian nasional, ini adalah simbol kepercayaan diri, bahwa rupiah layak berdiri tegak sebagai lambang stabilitas, efisiensi, dan kemajuan bangsa.
Seperti kata Purbaya dalam beberapa kesempatan, “Redenominasi bukan hanya tentang uang, tapi tentang membangun kepercayaan pada nilai dan masa depan ekonomi Indonesia.”
Momentum Menata Ulang Makna Rupiah
Dengan ditetapkannya PMK 70/2025 dan dimasukkannya RUU Redenominasi dalam rencana strategis 2025–2029, pemerintah menunjukkan keseriusannya menata ulang sistem keuangan nasional.
Tantangan masih panjang, tetapi arah kebijakan ini menandai bahwa Indonesia siap menyederhanakan angka tanpa mengurangi makna sebuah langkah simbolik menuju ekonomi yang lebih tangguh dan modern.






