Kasus Chromebook Nadiem Makarim kini menjadi sorotan publik dan headline di berbagai media. Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi itu resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 4 September 2025.
Langkah ini menjadi titik balik yang mengejutkan, mengingat rekam jejak panjang Nadiem sebagai sosok inovatif yang pernah dipuji dunia berkat lahirnya Gojek dan kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar”.
Penetapan ini diumumkan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna. Ia menyebut keputusan diambil setelah serangkaian pemeriksaan saksi, pendalaman dokumen, hingga analisis kerugian negara yang mencapai hampir Rp2 triliun dari proyek Rp9,3 triliun.
Dari Gojek hingga Kabinet
Nama Nadiem Makarim sudah lama dikenal sebagai inovator. Sejak mendirikan Gojek pada 2010, ia berhasil mengubah wajah transportasi dan ekonomi digital di Indonesia.
Kesuksesan itu membawanya masuk dalam jajaran elit dunia bisnis, hingga akhirnya dipanggil Presiden Joko Widodo pada 2019 untuk menjadi menteri termuda di kabinet.
Sebagai menteri, Nadiem memperkenalkan konsep Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka, kebijakan yang dianggap progresif dalam memerdekakan siswa dan mahasiswa dari sistem pendidikan yang kaku. Namun, karier politik yang semula gemilang itu kini terguncang akibat kasus dugaan korupsi Chromebook.
Awal Mula Kasus Chromebook Nadiem Makarim
Kasus ini bermula dari proyek digitalisasi pendidikan dengan pengadaan lebih dari 1,1 juta unit laptop berbasis Chrome OS.
Program yang berjalan 2019–2023 itu disebut menelan anggaran sekitar Rp10 triliun. Menurut penyidik, prosesnya penuh kejanggalan: mulai dari harga yang dinilai janggal hingga distribusi yang tidak tepat sasaran.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyebut kerugian negara sementara diperkirakan Rp1,98 triliun. Penyidik menilai kebijakan penggunaan Chromebook berasal dari perintah langsung Nadiem, meskipun ia telah membantah adanya pelanggaran.
Pemeriksaan Demi Pemeriksaan
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem sudah tiga kali menjalani pemeriksaan: pada 23 Juni, 15 Juli, dan 4 September 2025. Dalam setiap kesempatan, ia menegaskan bahwa semua proses pengadaan dilakukan transparan melalui e-katalog LKPP, dengan pendampingan BPKP, Jamdatun Kejagung, dan KPPU.
Kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, bahkan menyebut harga satuan laptop yang dibeli lebih murah dari standar pasar. Ia menekankan, audit BPKP sudah memastikan tidak ada kerugian yang disengaja.
Namun, bagi penyidik, keterangan itu belum cukup. Bukti dokumen dan saksi lain dianggap memperkuat dugaan adanya rekayasa anggaran dan penyalahgunaan wewenang.
Ujian Berat untuk Sosok Inovator
Kasus korupsi Chromebook Nadiem Makarim menimbulkan ironi. Sosok yang dulu dielu-elukan sebagai harapan baru generasi muda kini harus menghadapi stigma kasus besar. Publik terbelah: sebagian merasa kecewa, sebagian lain menunggu pembuktian di pengadilan.
Bagi Nadiem, perjalanan ini jelas menjadi ujian paling berat. Jika sebelumnya ia berjuang mengubah sistem transportasi dan pendidikan Indonesia, kini ia harus berjuang mempertahankan nama baik dan kebebasannya.
Publikasi dan Reaksi
Reaksi masyarakat beragam. Di media sosial, tagar #KasusChromebook dan #NadiemMakarim menjadi trending. Ada yang mengaitkan kasus ini dengan lemahnya pengawasan proyek digitalisasi, sementara yang lain menyayangkan jika benar inovator seperti Nadiem tersandung korupsi.
Sejumlah akademisi juga menilai kasus ini sebagai pelajaran penting agar program transformasi digital di sektor pendidikan tidak hanya berorientasi proyek, tetapi benar-benar berpihak pada kualitas belajar siswa.