Menkes Budi akan ubah Sistem rujukan BPJS Kesehatan yang merepotkan dan membahayakan nyawa. DPR setuju, rujukan akan diubah berbasis kompetensi.
Selama bertahun-tahun, masyarakat pengguna BPJS Kesehatan sering mengeluhkan satu hal yang sama: panjangnya antrean dan proses berbelit-belit dalam mendapatkan pengobatan.
Biang keladinya tak lain adalah Sistem rujukan BPJS Kesehatan yang selama ini berlaku secara berjenjang.
Aturan ini mengharuskan pasien harus melewati Faskes Tingkat I (Puskesmas), lalu jika tidak tertangani baru dirujuk ke Rumah Sakit Tipe C, lalu ke Tipe B, hingga akhirnya ke Tipe A.
Kabar baiknya datang dari Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang berencana menghapus aturan rujukan berjenjang tersebut.
Rencana perbaikan Sistem rujukan BPJS Kesehatan ini mendapat dukungan penuh dari Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, yang menilai aturan lama sangat merepotkan, terutama bagi pasien yang menderita penyakit berat.
Dukungan ini menandakan bahwa reformasi Sistem rujukan BPJS Kesehatan akan segera diwujudkan, menjadikan layanan lebih cepat dan efisien.
Kenapa Rujukan Berjenjang Dianggap Merepotkan?
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, dengan tegas menyatakan persetujuannya terhadap rencana Menkes. Menurutnya, Sistem rujukan BPJS Kesehatan yang berjenjang ini sudah terlalu membebani masyarakat.
“Saya menyambut baik rencana Menkes tersebut. Karena dengan rujukan berjenjang sangat merepotkan masyarakat, apalagi kalau penyakitnya penyakit yang berat,” kata Yahya, Jumat (14/11/2025).
Bayangkan saja, pasien yang menderita sakit kritis seperti serangan jantung atau stroke, harus buang-buang waktu mengurus surat rujukan dari Puskesmas, lalu menunggu di Rumah Sakit Tipe C, padahal penanganan yang dibutuhkan hanya ada di Rumah Sakit Tipe A.
Waktu adalah nyawa. Setiap menit yang hilang dalam proses rujukan berjenjang bisa memperburuk kondisi pasien, bahkan mengancam keselamatan mereka. Inilah alasan utama kenapa Sistem rujukan BPJS Kesehatan ini harus diubah.
Menkes: Sistem Rujukan BPJS Kesehatan Bertingkat Membahayakan Nyawa
Menkes Budi Gunadi Sadikin juga menyampaikan kekhawatiran serupa di Gedung DPR RI. Ia mencontohkan kasus serangan jantung yang membutuhkan bedah jantung terbuka.
“Sekarang kalau orang misalnya sakit kena serangan jantung, harus di bedah jantung terbuka, dia dari puskesmas, masuk dulu ke rumah sakit tipe C,” jelas Menkes.
Padahal, Menkes mengatakan, seharusnya ada penyakit yang bisa langsung dirujuk ke rumah sakit tipe A yang memang memiliki kompetensi dan fasilitas lengkap untuk penanganan tersebut.
Sistem rujukan BPJS Kesehatan yang memaksa pasien melewati tingkatan yang tidak relevan malah membahayakan nyawa.
Tujuan Menkes jelas: membuat sistem rujukan pasien BPJS Kesehatan harus lebih cepat agar pasien langsung tertangani di fasilitas yang tepat.
Rujukan Berjenjang Juga Memberatkan Anggaran BPJS
Selain merepotkan masyarakat, Yahya Zaini menyoroti bahwa Sistem rujukan BPJS Kesehatan yang lama juga memberatkan keuangan BPJS sendiri.
Yahya menjelaskan bahwa sistem berjenjang membuat BPJS harus membayar semua rumah sakit secara berjenjang, bahkan untuk pelayanan yang sebenarnya bisa dilewati.
“(Sistem berjenjang) memberatkan BPJS karena harus membayar semua rumah sakit secara berjenjang. Rencana tersebut merupakan terobosan yang meringankan bagi masyarakat dan juga akan menghemat anggaran BPJS,” ujarnya.
Dengan rujukan berbasis kompetensi, alokasi dana BPJS akan menjadi lebih efisien. Biaya akan langsung terfokus pada fasilitas kesehatan yang benar-benar mampu memberikan penanganan terbaik dan tercepat, mengurangi biaya yang timbul akibat komplikasi atau penanganan berulang.
Apa itu Rujukan Berbasis Kompetensi?
Menkes Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa perubahan Sistem rujukan BPJS Kesehatan akan berfokus pada kompetensi.
“Kita akan ubah rujukannya berbasis kompetensi. Supaya menghemat BPJS juga,” kata Budi Sadikin.
Artinya, rujukan tidak lagi dilihat dari tingkatan Rumah Sakit (Tipe C, B, A), melainkan dari kemampuan atau keahlian rumah sakit untuk menangani jenis penyakit tertentu.
Jika pasien menderita penyakit yang membutuhkan spesialisasi tinggi (misalnya bedah saraf atau onkologi), mereka bisa langsung dirujuk ke rumah sakit yang memiliki spesialisasi tersebut, meskipun rumah sakit itu bukan Tipe C. Ini memangkas birokrasi dan waktu tunggu.
Tantangan Baru: Risiko Penumpukan Pasien
Meskipun mendukung penuh penghapusan rujukan berjenjang, Yahya Zaini mengingatkan tentang tantangan yang mungkin muncul.
Tantangan ini berkaitan dengan tujuan awal Sistem rujukan BPJS Kesehatan berjenjang, yaitu untuk pemerataan layanan dan memastikan semua rumah sakit mendapat pasien.
Yahya memprediksi, jika masyarakat diberi kebebasan memilih, mereka pasti akan “berbondong-bondong berobat ke rumah sakit yang bagus” (Tipe A dan B).
“Kalau rencana kebijakan tersebut diterapkan nanti akan ada rumah sakit yang tidak mendapatkan pasien. Yang kedua, rumah sakit yang bagus akan over pelayanan,” kata Yahya.
Konsekuensinya: “Rumah sakit tipe B dan tipe A akan banyak dikunjungi pasien atau masyarakat. Sedangkan rumah sakit tipe C akan sepi pengunjung,” imbuhnya.
Solusi Jangka Panjang: Kualitas di Setiap Jenjang
Kekhawatiran Yahya Zaini ini sangat beralasan dan harus diantisipasi oleh pemerintah. Penghapusan Sistem rujukan BPJS Kesehatan berjenjang harus dibarengi dengan strategi peningkatan kualitas di semua tingkatan:
- Peningkatan Mutu Rumah Sakit Tipe C: Pemerintah harus membantu Rumah Sakit Tipe C untuk meningkatkan fasilitas dan dokter spesialisnya. Tujuannya agar RS Tipe C tetap menjadi pilihan utama untuk kasus-kasus umum dan tidak ditinggalkan masyarakat.
- Peran Faskes Tingkat I (Puskesmas) Diperkuat: Puskesmas harus diperkuat perannya sebagai garda terdepan dalam pencegahan, promosi kesehatan, dan penanganan penyakit ringan. Rujukan ke rumah sakit harus benar-benar disaring.
- Pengawasan Kapasitas: BPJS dan Kemenkes harus memonitor ketat load pasien di Rumah Sakit Tipe A dan B untuk mencegah over pelayanan, sekaligus memastikan Rumah Sakit Tipe C tetap mendapatkan alokasi pasien yang sesuai dengan kompetensinya.
Dengan dukungan politik dari DPR dan rencana implementasi yang matang dari Menkes, perubahan Sistem rujukan BPJS Kesehatan dari berjenjang menjadi berbasis kompetensi adalah harapan baru bagi jutaan peserta BPJS.
Ini adalah langkah besar menuju layanan kesehatan yang lebih cepat, efisien, dan yang paling utama, lebih manusiawi dalam menyelamatkan nyawa. Masyarakat menanti realisasi kebijakan ini agar proses pengobatan tidak lagi menjadi “perjalanan” yang melelahkan.






