Kasasi MA menangkan Jaksa atas vonis bebas Yu Hao yang mengguncang jagat hukum dan lingkungan hidup Indonesia.
Terdakwa asal Tiongkok ini akhirnya dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp30 miliar, setelah sebelumnya divonis bebas dalam kasus tambang emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,020 triliun.
Putusan kasasi ini menjadi titik balik penting dalam penegakan hukum sumber daya alam, mengirimkan sinyal bahwa eksploitasi liar dan manipulasi hukum tidak akan dibiarkan tanpa pertanggungjawaban.
Kasasi MA Menangkan Jaksa
Dengan dikeluarkannya Putusan Nomor 5691 K/Pid.Sus/2025, Mahkamah Agung membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi Pontianak yang sebelumnya membebaskan Yu Hao dari segala tuntutan.
MA mengembalikan kekuatan hukum pada putusan Pengadilan Negeri Ketapang yang telah menjatuhkan hukuman sesuai tuntutan jaksa.
Meskipun sidang tingkat kasasi berlangsung tanpa kehadiran terdakwa maupun jaksa, keputusan yang diambil menjadi pukulan telak bagi praktik tambang ilegal yang kian merajalela. Vonis ini tak hanya bermakna hukum, tetapi juga menyentuh aspek moral dan lingkungan.
Tambang Ilegal Skala Besar: Kerugian dan Dampak yang Mengkhawatirkan
Kasus yang menimpa Yu Hao bukan perkara kecil. Dalam dakwaan, ia terbukti memimpin operasi tambang emas ilegal yang menyebabkan hilangnya lebih dari 774 kilogram emas dan 937 kilogram perak. Nilai kerugian ditaksir mencapai Rp1,020 triliun—angka yang mengejutkan dan memprihatinkan.
Ironisnya, kegiatan itu dilakukan di bawah kedok izin tambang yang hanya berlaku untuk perawatan, namun di lapangan digunakan untuk pembongkaran bijih emas secara brutal menggunakan alat berat dan peledak. Pemurnian dilakukan dengan teknologi ilegal, tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan, termasuk penggunaan merkuri dalam kadar yang berbahaya.
Jaringan Terstruktur, Peran TKA dan Modus Sistemik
Tak hanya skalanya yang besar, operasi tambang ini juga dijalankan secara sistematis. Lebih dari 80 tenaga kerja asing asal Tiongkok dilibatkan dalam proses ekstraksi, pemurnian, dan pengangkutan bullion emas. Mereka dibantu oleh warga lokal yang tak sepenuhnya menyadari pelanggaran yang sedang terjadi.
Lokasi tambang ditemukan memiliki fasilitas lengkap—mulai dari induction furnace hingga cetakan logam mulia. Bukti-bukti ini memperkuat dakwaan bahwa kegiatan tersebut tidak mungkin berlangsung tanpa kendali dan rencana yang matang.
Kasasi: Jalan Terakhir yang Kembali Menyalakan Harapan
Ketika vonis bebas sempat mencederai rasa keadilan publik, Kejaksaan Negeri Ketapang tidak tinggal diam. Jaksa segera menyatakan kasasi, menyadari pentingnya kasus ini sebagai preseden hukum sekaligus alarm bahaya bagi pengelolaan SDA.
Kini, setelah Mahkamah Agung mengabulkan kasasi dan menjatuhkan vonis bersalah, Kejari Ketapang memastikan eksekusi akan segera dilakukan. Tidak hanya itu, mereka juga menegaskan bahwa komitmen untuk melindungi kekayaan alam Indonesia dari pelaku tambang ilegal akan terus berlanjut.