Pasang badan Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, ternyata tak mampu menyelamatkan nasib 17 guru honorer SMK Negeri 1 Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya.
Meski Gubernur telah menjanjikan diskresi untuk melindungi tenaga honorer, kenyataan di lapangan berkata lain. Surat pemecatan diterbitkan pada 8 April 2025 dan baru disampaikan ke para guru pada 14 April 2025.
Edi, salah seorang guru yang terkena pemutusan hubungan kerja, mengaku kecewa.
“Saya sudah kerja dua tahun enam bulan, punya Dapodik dan NUPTK, dana BOS juga jelas. Tapi tetap dirumahkan,” katanya dengan nada sedih – dikutip dari Tribunkalbar
Ia menambahkan, pihak sekolah berdalih takut terkena sanksi hukum meskipun sudah ada imbauan dari Gubernur.
Kepala Sekolah: “Kami Harus Patuh Aturan”
Kepala SMK Negeri 1 Sungai Kakap, Wahyu Mulya Ningrum, buka suara soal pemecatan massal ini. Ia menyebut keputusan diambil setelah melalui pertimbangan panjang.
“Sejak Maret, kami sudah mengingatkan kemungkinan ini. Tapi waktu itu kami tunda karena bulan Ramadan, mempertimbangkan sisi kemanusiaan,” ujarnya.
Namun, setelah audit dari BPK RI dilakukan pada 17 April 2025, pihak sekolah akhirnya memutuskan untuk memutuskan hubungan kerja 17 guru dan tendik tersebut.
“Diskresi Gubernur hanya berlaku sementara. Kami harus mengikuti ketentuan pusat, apalagi dana daerah tidak boleh lagi digunakan untuk membayar gaji pegawai non-ASN,” tegas Wahyu.
Bertambahnya ASN Bikin Guru Honorer Tergeser
Faktor lain yang mempercepat pemecatan adalah bertambahnya tenaga ASN PPPK di sekolah tersebut. Dalam tiga tahun terakhir, ada 18 guru ASN baru yang masuk.
“Analisis kebutuhan dan beban kerja menunjukkan kami harus melakukan efisiensi. Guru yang diangkat PPPK kini sudah banyak, hampir semuanya menerima tunjangan sertifikasi,” jelas Wahyu.
Dari 27 tenaga honorer, hanya 9 orang yang dipertahankan. Sisanya, sebanyak 17 orang, harus merelakan pekerjaannya.
Diskresi Gubernur: Jalan Tengah yang Tak Bertahan Lama
Sebelumnya, Ria Norsan sempat membuat harapan membuncah di kalangan guru honorer. Saat menerima aksi demonstrasi guru di Kantor Gubernur pada 6 Maret 2025, ia berjanji mengeluarkan diskresi.
“Saya sudah siap menanggung konsekuensinya demi kepentingan masyarkaat ramai semua sudah ditimbang asas manfaaat dan muddharatnya. Saya ambil kebijakan dan keputusan ini saya juga siap bertanggung jawab,” ujarnya waktu itu.
Namun di lapangan, diskresi itu hanya memberi angin segar sesaat. Tanpa payung hukum yang kuat, kepala sekolah tetap memilih patuh pada regulasi pusat dibanding mengambil risiko hukum.
“Biar nggak ketinggalan info penting dan update berita terbaru, langsung aja ikuti Gencilnews lewat WhatsApp Channel. Praktis, cepat, dan pastinya terpercaya!”
Sumber Berita : Tribun Kalbar