Alasan utama mengapa Shell belum beli BBM Pertamina terungkap. Negosiasi aspek komersial business-to-business (B2B) dengan Pertamina Patra Niaga dilaporkan masih belum mencapai kesepakatan.
Kabar terbaru dari sektor hilir minyak dan gas bumi (migas) mencuat ke publik. Salah satu pemain global di bisnis Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia, Shell belum beli BBM Pertamina yang diimpor.
Situasi ini mengundang pertanyaan besar, mengingat adanya kebutuhan pasokan base fuel di tengah dinamika pasar energi domestik. Konfirmasi ini datang langsung dari pihak Shell Indonesia, yang menyebutkan bahwa hambatan utama adalah aspek komersial dalam negosiasi yang sedang berlangsung.
Keputusan bahwa Shell belum beli BBM Pertamina dikarenakan negosiasi business-to-business (B2B) yang dijalankan dengan Pertamina Patra Niaga belum mencapai titik temu mengenai aspek komersial.
Hal ini diungkapkan oleh President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, saat dihubungi pada Selasa (11/11/2025). Meskipun negosiasi terus berjalan, kesepakatan akhir yang mencakup harga dan syarat komersial lainnya belum diteken.
“Shell Indonesia ingin menginformasikan bahwa saat ini belum mencapai kesepakatan business-to-business (B2B) terkait aspek komersial untuk pasokan base fuel dari Pertamina Patra Niaga,” ujar Ingrid Siburian.
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa permasalahan utamanya bukanlah pada kualitas atau ketersediaan, melainkan pada struktur komersial yang harus disepakati oleh kedua entitas bisnis besar ini.
Proses negosiasi yang berlarut-larut ini tentu berdampak langsung pada operasional Shell, meskipun saat ini mereka masih berupaya memastikan ketersediaan produk di jaringan SPBU mereka.
Komitmen Kualitas dan Permintaan Maaf Shell
Meskipun Shell belum beli BBM Pertamina untuk base fuel mereka, Shell Indonesia memastikan bahwa mereka terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan produk BBM di seluruh jaringan SPBU mereka kembali tersedia sesuai dengan standar ketat yang mereka miliki.
Ingrid Siburian menekankan bahwa pengadaan BBM harus tetap sejalan dengan standar keselamatan operasional, prosedur dan pedoman pengadaan BBM, serta standar bahan bakar berkualitas tinggi Shell secara global. Hal ini menunjukkan bahwa Shell sangat menjaga reputasi merek dan kualitas produk yang disajikan kepada pelanggan.
Dalam kesempatan yang sama, Shell Indonesia juga menyampaikan permohonan maaf kepada para pelanggan setianya yang mungkin terganggu akibat kondisi ini. “Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi,” kata Ingrid.
Saat ini, di tengah proses negosiasi yang masih berlangsung, jaringan SPBU Shell tetap melayani para pelanggan dengan produk yang tersedia, seperti Shell V-Power Diesel. Selain itu, layanan non-BBM juga tetap beroperasi normal, mencakup Shell Select (ritel), Shell Recharge (pengisian daya kendaraan listrik), bengkel, dan pelumas Shell.
Dinamika Pasar Impor BBM: Kasus VIVO dan BP-AKR
Situasi yang dialami Shell bukan satu-satunya dinamika yang terjadi di pasar impor BBM domestik. Sebelumnya, perusahaan energi lain, VIVO, juga sempat menunjukkan perkembangan negosiasi yang menarik.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menjelaskan bahwa VIVO sebenarnya sudah pernah melakukan negosiasi dan menyatakan kesepakatan untuk membeli BBM dari Pertamina. Namun, secara mengejutkan, VIVO kemudian menyatakan mundur dari kesepakatan awal tersebut dengan alasan yang belum diketahui secara pasti.
“Sebenarnya VIVO itu kan sudah dulu harusnya. Tapi mundur. Alasannya belum tahu. Sekarang nego lagi, kita tunggu aja,” kata Laode saat ditemui di Komplek DPR, Jakarta, pada Senin (10/11).
Saat ini, VIVO dilaporkan tengah melakukan negosiasi ulang dengan Pertamina Patra Niaga untuk kembali menjajaki pembelian BBM. Pemerintah, melalui Dirjen Migas, berharap agar VIVO dapat segera menyelesaikan negosiasi dan melakukan pemesanan BBM.
Laode Sulaeman menyoroti perbedaan sikap antara VIVO dan BP-AKR, kompetitor lain di pasar BBM ritel. BP-AKR disebut telah menunjukkan langkah nyata dalam memenuhi kebutuhannya.
“Karena kan BP-AKR aja sudah dua kargo, masa yang lain nggak pesen, nanti apa Itu bisa menyebabkan prognosa dia sampai akhir tahun turun, karena dia nggak mengkonsumsi apa-apa,” tegas Laode.
Pernyataan Dirjen Migas ini mengindikasikan bahwa Kementerian ESDM berharap seluruh badan usaha penyedia BBM dapat segera mengamankan pasokan mereka, demi menjaga stabilitas dan prognosa konsumsi BBM nasional hingga akhir tahun.
Keberhasilan negosiasi antara Shell dan VIVO dengan Pertamina Patra Niaga akan menjadi kunci penting dalam menjaga iklim bisnis yang sehat sekaligus memastikan ketersediaan energi bagi masyarakat. Publik kini menunggu update terbaru dari meja perundingan, berharap titik terang segera muncul.






