Polda Kalbar tetapkan AR (50) sebagai tersangka dalam kasus dugaan persetubuhan dan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
Keputusan ini diambil setelah penyidik Ditreskrimum melakukan penyelidikan mendalam, menggelar perkara, dan mendapat asistensi langsung dari Mabes Polri.
Dirreskrimum Polda Kalbar, Kombes Pol Raswin Bachtiar Sirait, menegaskan seluruh proses penyidikan dilakukan berdasarkan scientific investigation meski minim alat bukti.
Kronologi Kejadian yang Mengiris Hati
Kasus ini bermula pada 1–10 Juni 2024 di rumah AR di Kota Pontianak. Korban, bocah perempuan berusia 4 tahun, diajak bermain ponsel dan menonton film oleh pelaku. Saat korban lengah, AR diduga melakukan tindakan cabul.
Tangisan korban pecah, mengeluh kesakitan pada bagian kelamin. Hasil pemeriksaan medis mengungkapkan korban terinfeksi penyakit gonorem, temuan ini yang semakin memperkuat dugaan adanya kekerasan seksual.
Fakta lain yang membuat publik geram, pelaku ternyata merupakan saudara tiri dari ayah korban.
Laporan dan Proses Penyidikan
Kasus ini dilaporkan pertama kali oleh nenek korban ke SPKT Polresta Pontianak pada 18 September 2024 dengan nomor laporan LP/B/346/IX/2024/SPKT/POLRESTA PONTIANAK/POLDA KALBAR.
Setelah serangkaian penyelidikan, perkara ini dilimpahkan ke Ditreskrimum Polda Kalbar pada 28 Juli 2025. Pada 1 Agustus 2025, AR resmi ditetapkan sebagai tersangka dan kini ditahan di Rutan Mapolda Kalbar.
Sejumlah saksi telah diperiksa, termasuk nenek korban, korban sendiri, serta saksi lainnya berinisial RA, HH, SJ, DI, dan ZI. Polisi juga membuka kemungkinan adanya pelaku lain.
Polda Kalbar Tetapkan AR, Pasal yang Menjerat dan Barang Bukti
Penyidik menjerat AR dengan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Barang bukti yang diamankan meliputi:
Pakaian yang digunakan korban saat kejadian
Hasil visum et repertum korban
Fotokopi Kartu Keluarga
Fotokopi Akta Kelahiran
Kasus ini kembali membuka mata masyarakat bahwa kekerasan seksual terhadap anak dapat terjadi di lingkungan terdekat sekalipun.
Peran keluarga, tetangga, dan lembaga pendidikan sangat penting dalam mendeteksi dini tanda-tanda kekerasan.