Hakim Vonis Mati Pembunuh Rafa Fauzan di PN Singkawang, Uray Abadi, lebih berat dari JPU. Keluarga puas. Simak 3 pertimbangan utamanya.
Senin, 17 November 2025, menjadi hari yang tak akan terlupakan bagi keluarga almarhum Rafa Fauzan (1 tahun 11 bulan) di Kota Singkawang. Di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Singkawang, ketukan palu majelis hakim memecahkan keheningan, mengakhiri penantian panjang dan duka yang mendalam. Keputusan itu tegas yaitu Hakim Vonis Mati Pembunuh Rafa, Uray Abadi.
Seketika, isak tangis yang selama ini tertahan akhirnya pecah. Putusan ini menjadi babak akhir yang mengharukan bagi tragedi yang menimpa balita polos tersebut.
Rasiwan, Ayah almarhum Rafa Fauzan, mengaku puas dengan putusan ini. Ia merasa vonis tersebut sudah sangat sesuai dengan perbuatan keji yang dilakukan oleh pelaku. Bagi keluarga, ini adalah keadilan yang sesungguhnya.
“Alhamdulilah, putusan yang dibacakan oleh majelis hakim sudah sesuai dengan harapan kami yaitu pidana mati,” kata Rasiwan dengan nada haru. Pernyataan ini adalah penutup yang adil atas penderitaan yang telah mereka tanggung.
Ucapan Terima Kasih untuk Penegak Hukum
Di tengah rasa lega, Rasiwan tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjuang bersamanya. Ia mengapresiasi dukungan masyarakat Kota Singkawang, keseriusan aparat penegak hukum, dan pendampingan dari tim pengacara.
Dukungan publik dan kerja keras penegak hukum menjadi faktor penting dalam memastikan keadilan bagi Rafa. Tanpa sinergi ini, rasanya sulit membayangkan putusan seberat ini bisa tercapai.
Pengacara keluarga korban, Charlie Nobel, juga mengakui kepuasannya. Ia menilai majelis hakim PN Singkawang telah memberikan putusan yang setimpal. Hakim Vonis Mati Pembunuh Rafa menunjukkan komitmen pengadilan untuk melindungi hak-hak anak.
“Alhamdulilah, apa yang diinginkan oleh pihak keluarga korban setimpal dengan apa yang dilakukan oleh terdakwa,” ujar Charlie. Ini adalah pesan keras bahwa kejahatan terhadap anak tidak akan ditoleransi.
Alasan Hakim Vonis Mati Pembunuh Rafa Melebihi Tuntutan JPU
Aspek paling menarik dari putusan ini adalah beratnya hukuman. Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Singkawang, Heri Susanto, menjelaskan bahwa vonis yang diberikan majelis hakim rupanya lebih tinggi dari tuntutan JPU.
Sebelumnya, JPU hanya menuntut Uray Abadi dengan hukuman seumur hidup. Namun, majelis hakim berpendapat lain dan menjatuhkan pidana mati. Keputusan ini menunjukkan adanya pertimbangan yang sangat mendalam.
Putusan Hakim Vonis Mati Pembunuh Rafa ini didasarkan pada fakta persidangan yang menunjukkan tingkat kekejaman luar biasa. Keseriusan pengadilan dalam menindak kejahatan berat terlihat jelas dari keberanian mereka melampaui tuntutan jaksa.
Tiga Pertimbangan Krusial Majelis Hakim
Muhammad Musashi Achmad Putra, Humas Pengadilan Negeri Singkawang, membeberkan tiga pertimbangan utama mengapa majelis hakim mengambil keputusan untuk menaikkan hukuman menjadi pidana mati.
Pertimbangan pertama, terdakwa mengaku sakit hati kepada pengasuh korban. Namun, alih-alih menyelesaikan masalah pribadi, balita Rafa dijadikan pelampiasan. Tindakan ini dinilai sebagai kekejian yang salah sasaran, melanggar batas nalar kemanusiaan.
Pertimbangan kedua adalah sikap terdakwa yang berpura-pura. Korban diketahui sudah meninggal dunia berhari-hari, tetapi Uray Abadi berpura-pura ikut mencari keberadaan Rafa.
“Si korban sudah meninggal berhari-hari, tetapi terdakwa tidak mengaku bahkan berpura-pura ikut mencari keberadaan korban,” ungkap Musashi. Sikap tidak adanya penyesalan dan kepura-puraan ini menambah bobot hukuman.
Pertimbangan ketiga, berdasarkan hasil psikologi, terdakwa dinilai sangat berbahaya bagi masyarakat. Ancaman ini terutama ditujukan pada anak-anak. Ancaman permanen ini menjadi faktor krusial yang membuat Hakim Vonis Mati Pembunuh Rafa diputuskan.
Ketiga pertimbangan tersebut menjadi dasar tak terbantahkan bagi majelis hakim. Keadilan harus ditegakkan demi melindungi masyarakat dari predator yang dinilai berbahaya bagi anak-anak.
Kronologi Mencekam Hilangnya Balita Rafa
Tragedi yang menimpa Rafa Fauzan dimulai pada Selasa 10 Juni 2025. Sekitar pukul 11.45 WIB, korban diculik tak lama setelah keluar dari rumah pengasuh. Hakim Vonis Mati Pembunuh Rafa kini menjadi penutup narasi mencekam ini.
Tersangka Uray Abadi membekap dan membawa paksa korban ke rumahnya. Balita itu masih hidup saat tiba di sana. Namun, pelaku dengan kejam memasukkannya ke dalam karung plastik dan meletakkannya di keranjang sepeda.
Momen tragis ini menjadi awal dari menghilangnya Rafa selama empat hari tiga malam. Kota Singkawang diwarnai pencarian besar-besaran yang berakhir dengan duka.
Jejak Pelaku yang Dingin dan Kejam
Setelah menculik, tersangka membawa karung berisi korban ke komplek pemakaman di sekitar Jalan Veteran. Karung sempat diletakkan di teras masjid dekat pemakaman.
Namun, pada malam harinya, pelaku kembali mengambil karung itu. Uray Abadi membawa karung berisi bayi tersebut berputar-putar menggunakan sepeda, sebelum akhirnya dilemparkan ke semak-semak di kawasan Jalan Man Model.
Menurut pengakuan Uray Abadi, kondisi Rafa Fauzan sudah tidak bernyawa dan mulai membusuk saat ia membuangnya. Ia bahkan sempat kembali ke lokasi untuk memastikan. Kejahatan ini menunjukkan betapa dingin dan terencananya perbuatan pelaku.
Penyidik telah memastikan bahwa Uray Abadi adalah pelaku tunggal. Putusan di mana Hakim Vonis Mati Pembunuh Rafa ini adalah deklarasi bahwa negara hadir dan tidak akan membiarkan kejahatan semacam ini tanpa hukuman yang setimpal. Palu keadilan telah berbicara, memberikan akhir yang tegas bagi sebuah kisah pilu di Singkawang.






