Indonesia penghasil e-waste terbesar di Asia Tenggara menurut laporan Global E-Waste Monitor 2024. Pada tahun 2022, timbunan limbah elektronik di tanah air mencapai 1,9 juta ton.
Angka ini menjadi peringatan serius, mengingat dampaknya bukan hanya pada lingkungan, tetapi juga kesehatan dan sosial masyarakat.
Indonesia Penghasil E-Waste Terbesar di Asia Tenggara dan Dampaknya
Pertumbuhan perangkat elektronik memang mendorong percepatan transformasi digital. Namun, perangkat yang sudah usang atau rusak berubah menjadi e-waste yang berbahaya jika tidak dikelola dengan benar. Limbah elektronik mengandung logam berat, plastik, hingga bahan kimia beracun yang bisa merusak ekosistem.
Kepala Pusat Kelembagaan Internasional Sekretariat Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital, Ichwan Makmur, menegaskan pentingnya langkah konkret.
“Tanpa pengelolaan yang tepat, e-waste bisa menjadi beban lingkungan, kesehatan, dan sosial yang serius,” ujarnya di sela pembukaan E-Waste Policy and Extended Producer Responsibility (EPR) Training di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Dominasi Sektor Informal
Hingga kini, mayoritas pengelolaan e-waste di Indonesia masih dilakukan oleh sektor informal. Mereka mengumpulkan, memilah, dan menjual kembali komponen elektronik tanpa standar kesehatan maupun keselamatan lingkungan.
Akibatnya, risiko paparan zat berbahaya terhadap pekerja maupun masyarakat sekitar meningkat tajam. Proses pembakaran terbuka misalnya, bisa melepaskan gas beracun yang mengancam paru-paru dan kualitas udara.
Kolaborasi Multipihak Jadi Kunci
Ichwan menekankan bahwa solusi tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. “Kebijakan nasional harus disusun berbasis kolaborasi multipihak. Pemerintah, pelaku bisnis, konsumen, hingga komunitas internasional harus terlibat,” tegasnya.
Kementerian Komunikasi dan Digital bersama Kementerian Lingkungan Hidup, BRIN, dan pemerintah daerah kini bekerja sama dengan International Telecommunication Union (ITU). Dukungan juga datang dari UK Foreign, Commonwealth & Development Office (FCDO) untuk merancang kebijakan pengelolaan e-waste yang komprehensif.
Basis Ilmiah untuk Kebijakan
Melalui kolaborasi ini, pemerintah ingin menyusun kebijakan dengan dasar ilmiah dan strategis. Kajian menyeluruh diharapkan bisa menghasilkan regulasi yang lebih terarah dan implementatif.
“Kolaborasi ini memperkuat dasar kebijakan agar sesuai kebutuhan nyata di berbagai wilayah Indonesia,” jelas Ichwan.
Tujuan Akhir: Sistem Berkelanjutan
Pada akhirnya, target yang ingin dicapai bukan sekadar regulasi di atas kertas. Ichwan menekankan pentingnya sistem yang berkelanjutan dan memberi dampak langsung bagi masyarakat.
“Kami ingin membangun sistem pengelolaan e-waste yang efektif, berkelanjutan, dan berdampak positif bagi lingkungan serta masyarakat Indonesia,” tutupnya.